31 Desember 2009

Saat Tahun Menggenapi Masanya

Duduk diantara tumpukan buku, berkas, majalah, dan kotak kardus yang isinya berbagai dokumen. Perpustakaan yang masih berantakan. Aku menikmatinya. Sambil menekan tuts MacBook menulis di blog, membuka facebook, main game cafeworld, dan membuka halaman web yang lain. Suara kembang api, petasan, terompet tak henti berbunyi silih berganti. Beberapa detik lagi tahun akan berubah. Tuhan, apa yang telah aku lakukan dengan waktu ku....

Sepintas tak ada yang berubah dengan diriku, dengan hidupku. Hanya bayi kecilku terlihat tumbuh dengan ajaib. Mulutnya... matanya... tangannya... seakan menyadarkan diriku bahwa usiaku semakin sore. Tuhan, apa yang telah aku lakukan dengan waktu ku....

Nafasku tipis tipis menghembus. Mengingat 365 hari yang telah lewat. Menatap jendela yang tak bertirai. Menampilkan kembang api bermekaran. Malam yang riuh, tapi hatiku basah kesepian.

Tuhan... (aku menggumamkan do'a)
...semoga esok lebih bermakna...

Selamat Tahun Baru 2010


08 November 2009

Kisah Arung Jeram




- 28 Nov 2004 - "Selamat tinggal orang-orang yang tidak punya semangat hidup…!”
Begitulah kalimat yang diucapkan oleh rombongan Wabule yang akan berangkat rafting diiringi derai tawa dan lambaian tangan kepada Butre, Wulan, dan Eno. Kata Eno, “Saya tidak suka melihat air yang banyak, karena bisa bikin saya ingat sama dosa. Padahal saya masih ingin menikmati hidup. Jadi mendingan tidak ikut saja….”
Rombongan yang berangkat rafting terdiri dari Inal, Lyan, Reza, Topa, Adam, Chandra, Wiku, Bayu, Wida, aku sendiri, dan dua orang dari Club Land Rover yang menyiapkan fasilitas berupa perahu, dayung, helm, pelampung, dan tentunya sebuah mobil Land Rover. Sungai yang akan dituju adalah Sungai Cisangkuy di daerah Banjaran Kabupaten Bandung.
Kelompok pertama yang turun ke sungai adalah Lyan, Wiku, Adam, Chandra, Tita dan seorang pembimbing (Ah…namanya siapa sih? Lupa…). Sedangkan kelompok kedua: Wida, Topa, Bayu, Reza, dan Inal akan turun ke sungai setelah kelompok pertama menyelesaikan perjalanannya. Sebelumnya tidak lupa berdo’a dan sedikit pengarahan tentang cara memegang dayung, cara mendayung maju-mundur, mendayung kiri-kanan, pindah kiri, pindah kanan, ke depan semua, ke belakang semua, dan lain-lain.
Perjalanan sepanjang 12 KM ini diawali dengan jeram-jeram sungai yang cukup mengasyikkan, meliuk-liuk di antara sela-sela bebatuan sambil menikmati keindahan alam. Suara komando yang disebut Lyan sebagai muadzin sesekali terdengar: “Kiri maju, kanan mundur! Stop! Maju semua! Mundur semua!” Semua mengikuti komando dengan ayunan dayung yang bertenaga dan bersemangat. Sesekali terdengar teriakan dan tawa yang menyemarakkan suasana sungai yang sepi. Kadangkala komando berubah: “Pindah kanan!” atau “pindah kiri!”. Jika mendengar komando ini maka orang-orang yang berada di sebelah kiri pindah ke sebelah kanan, atau sebaliknya. Hal ini dilakukan supaya bisa melewati batu yang mengganjal di sebelah kanan atau sebelah kiri perahu. Wiku, Chandra dan Lyan mematuhi aba-aba ini dengan serius. Mereka melempar tubuhnya ke kiri atau kanan sambil menarik tambang perahu. Bahkan kadang-kadang sampai tidak memperhatikan siapa atau apa yang ditimpanya. Kebayang kan…tubuh mereka yang lumayan berbobot, suaranya saja sampai berdebum: BUM! Perahu juga sempat oleng yang membuat Adam dan Chandra terjungkir ke sungai. Hm…lumayan pening tuh! Tidak hanya itu, dayung Chandra sempat hanyut beberapa puluh meter, dikejar oleh Adam, dan…dapat ditemukan kembali. Kelihatannya Chandra sudah cemas, karena jika hilang mesti diganti.
Tetapi karena sebelumnya hujan tidak turun di Banjaran maka mempengaruhi debit air sungai. Perjalanan perahu karet untuk membelah sungai Cisangkuy jadi kurang lancar. Banyak bebatuan yang muncul ke permukaan. Jeram-jeram jadi terasa biasa saja bahkan saking banyaknya batu, tidak lagi disebut arung jeram, tapi arung batu! Supaya perahu bisa melewati sungai di daerah yang berbatu maka semua penumpang harus turun untuk mendorong perahu sampai ke daerah yang cukup aman untuk dinaiki kembali. Lyan punya cara tersendiri, disaat orang lain mendorong perahu, dia lebih suka membiarkan arus sungai membawa tubuhnya. Cara ini memang mengasyikkan, kita tak perlu repot-repot mengejar perahu dan tak perlu khawatir terpeleset, bahkan lebih hemat energi. Akhirnya cara ini diikuti oleh yang lainnya. Menghanyutkan diri sambil menatap langit yang tidak berwarna biru. Sesekali pantat atau tangan tersandung batu di bawah sungai.
Hujan mulai turun rintik-rintik. Hati bersorak, berharap debit air bertambah sehingga tak perlu naik-turun perahu lagi saat melewati daerah yang banyak batunya. Tetapi awan hitam yang bergelayut di langit seolah masih enggan menumpahkan isinya. Hingga sampailah perahu di sebuah bendungan. Rupanya daerah ini kurang aman untuk dilewati karena bendungannya bobol dan banyak kayu, bambu runcing serta benda lain yang malang melintang menghalangi sungai. Penumpang pun turun untuk kesekian kali, mengangkat perahu dan menyusuri pinggiran sungai sampai melewati bendungan. Barulah setelah itu naik kembali ke atas perahu. Inilah kisah arung jeram pertama di dunia di mana perahu naik manusia, bukannya manusia naik perahu.
Tiga jam telah terlewati. Biasanya tiga jam adalah waktu tempuh maksimal untuk melintasi sungai Cisangkuy dari start sampai finish yang telah ditentukan. Dikarenakan medan yang kurang mendukung, waktu tiga jam baru menempuh setengah perjalanan. Semuanya mulai terlihat lelah. Adam mengkhayalkan Nasi Padang yang mengepul, Chandra merindukan air Aqua segar, perutku sendiri juga mulai keroncongan, dan mulut Lyan katanya berasa asam karena belum mengisap rokok, serta Wiku? Sepertinya Wiku membayangkan seseorang, dia diam saja tak banyak komentar.
Kayuhan dayung mulai mengendor dan bodor-bodor pun mulai berkurang. Semua merasakan perut yang kesepian dan tubuh yang mulai menggigil kedinginan. Saat perahu melewati seorang lelaki setengah baya yang membawa kantong plastik hitam, Lyan bertanya, “Pak, itu isinya apa?” dan laki-laki itu menjawab “Ini terong.” Entah apa maksud dari pertanyaan Lyan pada laki-laki itu. Mungkin jika isinya gorengan akan ditukar dengan kaosnya.
Beberapa menit kemudian perahu melewati seorang pemuda desa di pinggir sungai yang sedang merokok, Lyan berteriak, “Aa..! bagi rokoknya dong!” Laki-laki yang dimaksud menggelengkan kepalanya, “Nggak ada!” Rupanya Lyan belum mau menyerah “Itu ada!” tunjuk Lyan pada rokok yang sedang dihisap si pemuda itu. Pemuda itu hanya tersenyum, karena tak mungkin melempar rokok di tangannya yang tinggal seujung kuku. Kemudian perahu melewati sebatang pohon kelapa. Semua menatap pohon kelapa itu seolah berharap dengan tatapannya bisa membuat buahnya jatuh. Dengan pelan Chandra menyelutuk “Kelapa kan tidak bisa dimakan langsung.” Semuanya terdiam kembali. Tiba-tiba Lyan berteriak untuk kesekian kali, ditujukan pada laki-laki yang sedang berada di kebun, “Pak! Minta tomat doong!” Laki-laki itu hanya tersenyum membalas teriakan Lyan. Tetapi Lyan belum patah semangat, “mungkin di sekitar sini ada tanaman ubi” sahutnya sambil matanya menyapu kiri kanan sungai. Tiba-tiba Lyan berteriak girang “Ada kacang panjaang..!” Tapi kemudian teriakannya diiringi keluhan setelah melihat sisa-sisa batang kangkung dari dekat yang mirip kacang panjang dari kejauhan.
***
Setelah perahu menghilang di belokan sungai, mobil Land Rover dan beberapa orang yang tersisa bergerak menuju batas finish menunggu kemunculan kelompok pertama. Sambil menunggu giliran, Topa dan Bayu mengenakan jaket pelampung, berenang-renang menikmati air sungai. Inal melakukan pemanasan dengan menggerak-gerakkan tubuhnya. Hujan mulai turun. Wida duduk semedi memperhatikan sosok Inal yang tengah pemanasan. Perahu belum juga terlihat tanda-tanda kemunculannya. Padahal sudah lebih dari tiga jam mereka menunggu kelompok pertama. Topa mulai tak sabar, Inal gelisah, dan Wida mencemaskan keadaan teman-temannya. Sebenarnya mereka lebih mengkhawatirkan perahunya, karena perahu itu pinjaman dan mahal harganya.
Beberapa orang di antara mereka balik lagi ke tempat semula, bolak-balik hingga tiga kali karena mengira kelompok pertama menyerah dan kembali ke tempat semula. Tetapi perahu dan penumpangnya seolah ditelan sungai tanpa kabar. Berita kecemasan pun menyebar ke Wabule melalui Handphone. Wulan, Eno, dan Butre panik tak karuan. Apalagi mereka teringat dengan salam perpisahan mereka: “Selamat tinggal orang-orang yang tidak punya semangat hidup…!” bikin merinding aja. Pak Tri yang sedang singgah di Wabule ikut panik. Ical yang sedang di kost-annya dihubungi, “Waah…Ane mau nonton Fores jam neh! Kayaknya kagak bisa ke Wabule sekarang,” Kata Ical dengan logatnya yang khas. Wulan nggremet mendengarnya, “Masak kamu lebih mementingkan pelem daripada temen sendiri?” katanya agak ketus.
Tidak hanya Ical saja yang dihubungi, Club Land Rover yang bersebelahan dengan Wabule pun digedor dan penunggunya yang sedang tidur dibangunkan. Kontan ia terbangun. Mungkin teringat dengan perahu dan peralatan lainnya. Semua panik. Bahkan sempat berniat untuk menghubungi tim SAR untuk menyusuri sungai Cisangkuy, karena mereka mengira perahu terbalik dan semua penumpangnya tenggelam. Tapi akhirnya diputuskan untuk menanti kabar sambil duduk-duduk menghitung nafas.
Empat jam berlalu…lima jam terlewati….sampai jarum jam pendek mengarah ke angka lima.
***
Hari mulai sore. Hujan belum turun juga. Hanya rintik-rintik halus yang sesekali turun membuat lingkaran-lingkaran kecil di permukaan sungai. Beberapa meter lagi kelompok pertama arung jeram sampai di garis finish. Lyan dan Chandra memilih jalan darat menyusuri pinggiran sungai. Sepetak kebun tomat terhampar dengan buahnya yang belum begitu ranum. Lyan memetik beberapa buah dan memakannya dengan lahap sambil berjalan. Akhirnya batas finish dicapai pada pukul 17.15 WIB. Enam jam perjalanan yang melelahkan. Badan yang lelah akan segera istirahat dan perut keroncongan akan segera terisi. Kasihan, kelompok kedua tak akan menyelesaikan separuh perjalanan arung jeram sungai Cisangkuy kali ini sebab sore semakin gelap.
***
Bunyi sms kepada Wulan:
Siapkan alat-alat P3K, air panas, dan kopi. Anak-anak kena hipotermia, sebagian kritis!
Setelah sms dikirimkan, mobil Land Rover yang ditumpangi berguncang dengan tawa yang beragam. Berharap sesampainya di Wabule telah tersedia air panas untuk mandi dan kopi manis yang sedap. “Tapi bagaimana kalau kita malah mendapatkan Wulan sedang terkapar pingsan?”, “semoga baik-baik saja…hahaha….”
***
Mobil berhenti tepat di depan pintu Imam Bonjol 50. Rolling door Wabule tertutup rapat seolah tak menginginkan kedatangan tim arung batu yang kelelahan. Sambil terheran Inal membuka pintu geser itu. Muncul wajah Eno, Wulan, dan Butre, ketiganya manyun... dan juga Kang Lala, calon suamiku yang tak bisa menyembunyikan senyum. Rahasia terbongkar. Beberapa jam yang lalu Aku menghubungi Kang Lala saat lahap menyantap makanan di sebuah rumah makan Sunda, mengabari keadaanku seusai ber-arung batu yang melelahkan. Aku tidak mengira Kang Lala akan menjemputku ke Wabule lebih cepat dari yang aku perkirakan. Rencana menonton tingkah panik Eno, Wulan, dan Butre gatot alias gagal total. Tapi akhirnya semua tertawa…hahahahahahaha…..
"Geuleuhlah..."
“Purunyus manehmah….”
"Nubaleg wee...dek ngaheureuyan teh...."
“Engke deuimah tong dipercaya….”
“Euweuh gawe pisan!”
Dan mengalirlah cerita-cerita….
Tidak lupa mengabari Pak Tri, agar lelaki bijak itu bisa terlelap nyenyak malam ini.
-selesai-
Beberapa teman Wabule saat mengikuti satu acara di SABUGA


Sarikaya

Bahan-bahan:

  • 7 butir Telur ayam
  • 1/4 Kg Gula merah, larutkan dengan segelas air
  • 1 ons gula pasir
  • 2 gelas santan dari 1/4 Kg kelapa parut
  • 1/2 sdt Pala bubuk
  • 1/4 sdt kayu manis bubuk
Cara Membuat:
  1. Kayu manis dan pala dimasukkan ke dalam larutan gula merah
  2. Kocok telur ayam dan gula pasir sampai mengembang
  3. Masukkan larutan gula merah ke dalam kocokan telur
  4. Masukkan adonan ke dalam loyang atau wadah agar-agar yang tahan panas
  5. Kukus hingga matang

Raras



Namaku Raushani Putri Wilaga,
Panggil saja Raras! Begitulah Ibu dan Bapakku
memberi nama. Raushani berasal dari bahasa persia
yang berarti cerah, terang. Nama itu diambil
karena dulu ibuku membaca sebuah buku karya Ali

Syari'ati "Membangun Masa Depan Islam". Salah satu

istilah yang dipakainya adalah Raushan Fekr yang
berarti orang yang tercerahkan atau biasa disebut

cendikiawan. Seorang Raushan Fekr bukan berarti
sarjana berdasi atau pemuka terkenal. Melainkan
seseorang yang bisa membawa orang2 "minadz
dzulumat ilannur" dari kegelapan menuju cahaya.
Singkatnya Ia adalah teladan pada zamannya. Semoga

aku menjadi penerang sebagaimana namaku.

Kata Puteri sudah barang tentu berarti anak

perempuan. Juga berarti seorang dewi, perempuan
manis yang cerdas. Sedangkan kata Wilaga diambil
dari nama Bapakku. Entahlah, mungkin suatu saat
kelak akan mejadi klan yang besar, hehe...
Sedangkan nama panggilanku, Raras berarti api

cinta. Yup, aku lahir sebab cinta kedua

orangtuaku. Hati-hati, api akan sangat berguna
sekaligus bisa juga membahayakan.

Begitulah uraian singkat tentang namaku. Oya, aku
lahir pada hari Minggu, 26 Maret 2006, Pukul 19.52
dengan berat 2,9 Kg dan panjang 48 Cm.


Salam hangat dari orangtuaku Ibu Tita Hasanah

dan Bapak Lala Wilaga.

Paket dari Seorang Preman Depok



- 3 Desember 2004 -

Sebuah paket mungil beserta sebuah amplop diantar kurir Pandu Siwi Sentosa, Jl. Raya Bekasi Timur, untukku. Berbentuk kotak dengan pita dari benang wol warna merah muda. Aku tak percaya. Lantas kubaca nama yang tertera di atasnya. Jelas sekali ditujukan untukku: Tita Hasanah. Tanpa alamat Si pengirim. Aku mengira-ngira isinya. Akhirnya kuputuskan untuk membukanya. Siapa gerangan yang telah membuat hatiku sedikit bergelombang. Ups…! Kayu, kayu apa? Kukeluarkan perlahan-lahan. Aku terkejut! Sebuah photo dengan kepala miring—tentunya dengan derajat kemiringan tertentu, tengah tersenyum memandang kamera. Waa…ini kan gambar diriku?! Siapa yang telah mengambil gambar ini?! kapan?! Dimana?! Beraninya!
Aku perhatikan pigura kayu itu. Bagian atasnya menyembul tulisan yang jelas terbaca:
F R I E N D S
Di sebelah kirinya tertera huruf te ( t ) dengan tinta silver. Aku belum tau Si pengirim paket itu. Lalu kubuka amplopnya. Sebuah kartu dengan gambar ojeg dan kios Mie Ayam Ojolali. Tulisan dibawahnya: Seri Transportasi Rakyat Ojeg Motor. Kemudian kubaca tulisan di dalamnya. Huruf  Times New Roman, Italic, Font 12.

Kepada ibu guru Tita,
Ini semacam teror rahasia
kami menyimpan foto-foto ibu yang lain,
Saat sedang makan, ngemil, ngupil, bengong,
mandi, pipis di WC umum,
tidur di kamar lelaki gondrong berkacamata…
dan masih banyak lagi…

Dari : Pengagum rahasia
Ps: Berhati-hatilah

25 Oktober 2009

Ulang Tahun yang Terlupakan



Tepat pada hari ulang tahunku, saya sudah ge-er akan mendapat kejutan dari suami. Ternyata suamiku malah tidak pulang selama beberapa hari, ada pekerjaan di luar kota. Dia lupa sama sekali dengan hari bersejarah isterinya. Bahkan setelah pulang ke rumah dia masih tidak ingat kalau ulang tahunku sudah lewat tiga hari. Karena tidak ada indikasi dia akan 'sadar', akhirnya saya perlihatkan sebuah sms dari temen lama yang isinya tentang ucapan selamat ulang tahun. Saya tunjukan layar
 handphone-ku ke hadapannya supaya dia membaca sendiri isi sms itu. Suamiku diam terpaku. Kemudian menatap wajahku.

"Maaf Bu, bapak lupa. Kemarin-kemarin bapak masih ingat ibu akan berulangtahun tanggal satu tapi setelah itu blank, bener-bener lupa."

Aku senang melihat tingkahnya yg merasa bersalah. "Ga apa-apa kok. Makanya ibu ingatkan." Jawabku pura-pura santai.

Esok harinya, saya minta suami mampir ke Botani Square sepulang dari tempat kerja. Nitip dibelikan tiga buah toples. Suami sudah tahu toples yang saya maksud karena saat terakhir ke Botani kami sudah menandai toples tersebut untuk dibeli jika tidak menemukan toples yang lebih cantik di tempat lain.

Sesampainya di rumah aku langsung memburu tas jinjingan suami yang berisi toples. Akan tetapi ada sesuatu yang ganjil di dalam salah satu toples. Seperti sebuah benda berbentuk kotak. Saya membukanya dengan sedikit curiga. Serta merta saya kaget, ternyata benar benda tersebut berbentuk kotak kecil dengan pita di atasnya. Saya langsung panik dan meminta suami mengembalikan toples itu karena mungkin tertukar dgn org lain dan sangat tidak mungkin benda itu hadiah langsung dari membeli toples. Suami ikutan panik dan minta saya melihat terlebih dahulu isinya. Saya menurut saja. Ketika saya tahu bahwa isinya sebentuk perhiasan, saya langsung menutup kembali kotak kecil tersebut. Saya yakin benda itu pasti mahal dan harus segera dikembalikan. Saya memaksa suami utk segera kembali lagi. Dia malah tersenyum, "gak usah dibalikin, itu untuk ibu".

Saya sangat tidak mengerti dan kesal krn suami malah senyam senyum, "Untuk ibu gimana?" tanyaku dengan sedikit ketus.

"Itu kado ultah untuk ibu dari bapak." Jawab suamiku dengan tenang.

Perasaan kaget, senang, dan bingung bercampur aduk. "Maksud bapak?" tanyaku masih sentengah percaya.

Suamiku mengeluarkan selembar kertas dari amplop merah dan menyerahkannya padaku. Aku melihat namaku tertera disana, dalam sebuah kertas dengan judul 'sertifikat'. Oooh senangnya... Karat dan beratnya tidak begitu besar. Namun perhiasan itu adalah berlian pertama yg saya miliki. Yang lebih mengesankan adalah cara suamiku memberikannya. Makasih Akang sayang...
(Oktober 2007)

Sambal Goangku

(Sambal ini sudah mendapat acungan jempol suami. Suerrr...)

Bahan dan bumbu

  • 20 bh cabe rawit (cengek), potong tengahnya tidak perlu sampai putus supaya saat ditumis tidak meletus
  • 10 ekor teri jengki
  • 1/2 ruas kencur
  • 2 bh bawang merah
  • sedikit minyak goreng untuk menumis
  • 1/4 sdt garam
  • sedikit bumbu penyedap (biasanya aku pakai Masako)
Cara Membuat
  1. Tumis cabe rawit, teri, dan bawang merah
  2. Gerus bawang merah dan kencur hingga halus
  3. Masukkan cabe rawit dan teri jengki, gerus kembali tidak perlu sampai halus (teri masih terlihat agak utuh)
  4. Masukkan garam, bumbu penyedap, dan minyak goreng sisa tumisan
  5. Aduk-aduk merata
Siap-siap berkeringat, seuhah...!

24 Oktober 2009

Romantika Hunting Sekolah untuk Raras


Raushani (panggil saja Raras) ikut program trial di sebuah sekolah playgroup di Bogor sejak usia 18 bulan, sekira enam kali pertemuan sampai usianya dua tahun. Tujuannya untuk memberikan pengalaman sosialisasi alternatif selain bermain dengan teman-teman di sekitar rumah. Kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum Diknas plus (Ada tambahan dari kurikulum Negara lain). Fasilitasnya lengkap, seperti ruangan kelas ber-ac, hall, indoor dan outdoor play ground, dilengkapi dengan aneka macam mainan edukatif. Tentu saja jika fasilitas oke, biayanya pun oke, cukup mahal untuk dompet saya.
Saat Raras berusia dua tahun, saya tertarik dengan program PAUD di sebuah TK Islam dekat rumah. Kurikulum dan metodenya pun cukup baik. Biayanya murah, bahkan sangat murah. Tentu saja fasilitas juga seadanya, tetapi biarlah, yang penting anak saya senang. Teman-teman raras dalam satu kelas ada 15 orang dengan dua orang guru. Proporsi itu masih bisa dibilang cukup. Namun ternyata yang ada di dalam kelas tidak hanya murid dan guru, hampir semua orangtua masuk juga ke dalam kelas termasuk saya. Raras sering terlihat gelisah dan bercucuran keringat. Sepertinya penyebabnya adalah ruangan yang dipenuhi oleh banyak orang tidak sebanding dengan ventilasi yang ada. Selain itu di sekolah ada yang jualan makanan yang menurut saya kurang sehat. Raras ikut-ikutan suka jajan.
Usia 2,5 tahun Raras pindah lagi sekolah. Kali ini di sebuah Kelompok Bermain, masih di dekat rumah. Kurikulumnya tidak jauh berbeda, fasilitas cukup biayanya juga cukup. Muridnya baru lima orang dengan satu guru. Akan tetapi baru dua bulan disana, bangunan sekolah terkena proyek jalan baru. Pembelajaran dilaksanakan di sebuah gedung sementara. Sampai tahun ajaran berakhir gedung sekolah yang baru, baru 30% dikerjakan karena terhambat oleh dana. Akhirnya saya kembali hunting sekolah untuk anak saya.
Saat ini Raras sekolah di Science and Adventure Preschool. Pertama kali saya datang ke sekolah ini langsung jatuh cinta. Tempatnya cukup baik (aman, nyaman, sejuk), fasilitas memadai (kelas dengan dinding bilik bambu, playground cukup luas dengan outbond area, mushala, wc bersih, dan perpustakaan). Perbandingan guru-murid seimbang 2:10 untuk kelas Pre-K, dan biaya yang masih bisa dikejar. Ternyata anakku juga langsung tertarik, berlari dan bermain disana, tidak mau pulang. Meskipun pada awalnya diwarnai adegan tantrum hehehe...
Alhamdulillah sejak hari pertama sekolah Raras tidak ditunggui oleh ibunya, walaupun beberapa kali dia bolak balik ke ruang tunggu hanya untuk memastikan ibunya ada. Setiap pagi dia bersemangat menuju sekolah baik diantar om-nya maupun naik angkot. Komentarnya sepulang sekolah pun belum berubah, “senang sekolah….” Di rumah, Raras sering mengulang kembali nyanyian, tepuk-tepuk, atau kegiatan yang dilakukannya di sekolah. Bahkan yang mengagumkan, belum genap satu bulan sekolah disana, Raras mulai terbiasa berdo’a sebelum makan dan tidur, mengucapkan salam, memakai dan membuka kaos kaki dan sepatu serta menyimpannya sendiri di rak. Bangga rasanya, anakku mulai tumbuh mandiri.
Bersama teman-teman Pre-K dan Bu Guru


Ayam Saus Tiram

(Ini salah satu makanan favorit anakku, gampang dan enak lho.... Kandungan gizinya juga lengkap. Ada protein hewani, protein nabati, dan serat. Siiip kan..!)

Bahan dan bumbu

  • 1/2 Kg Ayam, potongannya sesuai selera
  • 2 gelas belimbing air kaldu rebusan ayam
  • 1 gelas belimbing air matang
  • 3 bh Wortel, potong bentuk korek api
  • 3 bh tahu kuning, potong dadu
  • 4 siung bawang merah
  • 1 siung bawang putih
  • 1 bh tomat
  • 3 lbr daun salam
  • 1 ruas lengkuas
  • 1 sdm saus tiram
  • 1 sdm kecap manis
  • 1/2 sdt garam
  • 1 sdm gula pasir
  • Penyedap rasa, sedikit saja
  • Minyak goreng, secukupnya
Cara membuat
  1. Rebus ayam sampai empuk. Aku biasa menggunakan presto selama 5 menit, dihitung mulai dari air mendidih. Kemudian sisihkan kaldunya.
  2. Goreng sebentar tahu dan ayam yg telah direbus, sisihkan.
  3. Siapkan wajan untuk menumis. Tumislah bawang merah dan putih
  4. Masukkan tomat, daun salam, dan lengkuas
  5. Masukkan air kaldu dan air matang, saus tiram, kecap, gula pasir, garam, dan penyedap rasa.
  6. Masukkan goreng ayam, tahu, dan wortel, aduk-aduk, tutup wajannya, tunggulah beberapa menit hingga bumbu meresap
  7. Kalau kira-kira sudah matang, cicipi dulu, jika rasanya manis enak maka anda berhasil.
Selamat mencoba!

31 Agustus 2009

I miss u, I need u, I love u...




Dulu sebelum menikah, saya pernah bilang pada calon suami bahwa saya ingin pisah kota jika nanti telah menikah. Spontan laki-laki yang kuajak bicara waktu itu bertanya, "kenapa?" dengan mimik wajah sedikit terkejut. Tentu saja saya sudah mengira pertanyaan dan reaksi dia. Saya tersenyum ringan dan menjawab dengan singkat, "supaya kita kangen terus."

Dua minggu setelah menikah, harapan saya dikabulkan Tuhan. Saya kerja di Bandung dan suami kerja di Jakarta. Seperti yang saya duga, rasa rindu itu menjadi bumbu yang indah menghiasi lima hari tanpa suami. Sedangkan sabtu dan minggu adalah hari raya kami berdua. Minggu demi minggu berlalu dengan berbagai macam rasa rindu. Aku rindu ngobrol dengannya, aku rindu tatapannya, aku rindu senyumnya, aku rindu belaiannya, dan seterusnya... dan seterusnya.... Rindu itu tawa, rindu itu indah, sekaligus rindu itu tangis, rindu itu sesak yang menekan.

Rasa rindu yang menumpuk itu menjelma menjadi semacam kebutuhan: Aku butuh didengar, aku butuh ditatap, aku butuh didekap, aku butuh dibelai, aku membutuhkan suamiku melebihi dari yang aku bayangkan. Hingga aku memutuskan untuk memenuhi rasa rindu itu dengan berada di samping suami. Artinya aku akan ikut ke kota dimana suamiku bekerja. Seperti orang yang dahaga, maka untuk memenuhinya adalah dengan minum air. Dan aku pun tahu, suatu saat dahaga akan hilang dan minum air harus dihentikan sementara.

Pernikahan adalah suatu pilihan, dan setiap pilihan memiki konsekuensinya. Pernikahan adalah sunnah Rasul, dianjurkan oleh agama bahkan wajib bagi yang sudah memenuhi kriterianya. Pernikahan akan membuat dirimu merasa tentram (Q.S. 30 : 21), dalam salah satu ayat yang biasa dibaca pada prosesi akad nikah dalam agama Islam. Bukan cuma nafsu birahi saat berdekatan dengan suami, rasa aman dan tentram benar-benar memenuhi segenap relung jiwa. Aku baru bisa memahami rasa itu setelah menikah. So, untuk yang ingin mengetahui seperti apa rasa 'tentram' itu, menikahlah.

Akhirnya aku memutuskan hidup bersama sebagaimana layaknya sebuah keluarga, tinggal dalam satu atap bersama suami dan anakku. Rasanya malu jika teringat keinginan "aneh"-ku yang dulu. Rasa rindu tidak mesti dipisahkan oleh jarak. Bahkan kerinduan bisa muncul saat yang dirindukan sedang berada di samping kita. Maka jangan heran jika suami/ isteri kita tiba-tiba memeluk dan mencium. Sambutlah pelukannya dan jangan gengsi untuk mengatakan I love you....

(with love...)
Jari "hati" Raras

Oase Waktu

Duduk di kursi di halaman depan rumah. Pukul sebelas malam. Angin sepoi bertasbih, daun-daun gemerisik bertasbih, gemercik air kolam pun bertasbih. Di sebelah sana, di depan rumah tetanggaku, seonggok api menyala. Mungkin membakar daun-daun kering. Biasanya aku kesal dengan pembakaran itu. Kalau tidak masuk ke rumahku, asap hasil pembakarannya membumbung ke langit, membuat lubang lapisan ozon semakin menganga. Berbeda dengan malam ini, api jingga itu menjadi pelengkap suasana. Suasana yang membuat hatiku sepi tapi terisi, yang membuat otakku berkecamuk dengan tenang, yang membuat tubuh lelahku terjaga.
Ya Alloh... masih tanda koma yang menyertai segala tanyaku tentang diriku, tentang diri-Mu. Belum usai perjalanan ini. Namun, saat ini aku tengah singgah di oase waktu. Bercumbu dengan rasa syukur di tengah semakin gersangnya kehidupan.

29 Agustus 2009

Hanya untukmu

Mungkin aku tak sehangat mentari
Tak pula sesejuk angin
Atau sesegar air pegunungan
Apalagi seindah bintang disana
Namun, sebentuk cinta ini hanya untukmu...