Dulu sebelum menikah, saya
pernah bilang pada calon suami bahwa saya ingin pisah kota jika nanti telah
menikah. Spontan laki-laki yang kuajak bicara waktu itu bertanya,
"kenapa?" dengan mimik wajah sedikit terkejut. Tentu saja saya sudah
mengira pertanyaan dan reaksi dia. Saya tersenyum ringan dan menjawab dengan
singkat, "supaya kita kangen terus."
Dua minggu setelah menikah,
harapan saya dikabulkan Tuhan. Saya kerja di Bandung dan suami kerja di
Jakarta. Seperti yang saya duga, rasa rindu itu menjadi bumbu yang indah
menghiasi lima hari tanpa suami. Sedangkan sabtu dan minggu adalah hari raya
kami berdua. Minggu demi minggu berlalu dengan berbagai macam rasa rindu. Aku
rindu ngobrol dengannya, aku rindu tatapannya, aku rindu senyumnya, aku rindu
belaiannya, dan seterusnya... dan seterusnya.... Rindu itu tawa, rindu itu
indah, sekaligus rindu itu tangis, rindu itu sesak yang menekan.
Rasa rindu yang menumpuk itu
menjelma menjadi semacam kebutuhan: Aku butuh didengar, aku butuh ditatap, aku
butuh didekap, aku butuh dibelai, aku membutuhkan suamiku melebihi dari yang
aku bayangkan. Hingga aku memutuskan untuk memenuhi rasa rindu itu dengan
berada di samping suami. Artinya aku akan ikut ke kota dimana suamiku bekerja.
Seperti orang yang dahaga, maka untuk memenuhinya adalah dengan minum air. Dan
aku pun tahu, suatu saat dahaga akan hilang dan minum air harus dihentikan
sementara.
Pernikahan adalah suatu
pilihan, dan setiap pilihan memiki konsekuensinya. Pernikahan adalah sunnah
Rasul, dianjurkan oleh agama bahkan wajib bagi yang sudah memenuhi kriterianya.
Pernikahan akan membuat dirimu merasa tentram (Q.S. 30 : 21), dalam salah satu
ayat yang biasa dibaca pada prosesi akad nikah dalam agama Islam. Bukan cuma
nafsu birahi saat berdekatan dengan suami, rasa aman dan tentram benar-benar
memenuhi segenap relung jiwa. Aku baru bisa memahami rasa itu setelah menikah.
So, untuk yang ingin mengetahui seperti apa rasa 'tentram' itu, menikahlah.
Akhirnya aku memutuskan hidup
bersama sebagaimana layaknya sebuah keluarga, tinggal dalam satu atap bersama
suami dan anakku. Rasanya malu jika teringat keinginan "aneh"-ku yang
dulu. Rasa rindu tidak mesti dipisahkan oleh jarak. Bahkan kerinduan bisa
muncul saat yang dirindukan sedang berada di samping kita. Maka jangan heran
jika suami/ isteri kita tiba-tiba memeluk dan mencium. Sambutlah pelukannya dan
jangan gengsi untuk mengatakan I
love you....
(with love...)
|
Jari "hati" Raras |