23 Januari 2010

Mimpiku (Revisi)

(Dimuat di surat kabar Radar Bandung, 28 Maret 2004)

Pernah aku bermimpi menjadi sebuah bintang dilangit sana, bersinar indah kekuningan. Sahabatku bertanya: "Mengapa kau ingin menjadi bintang?" Kujawab: "Karena ia menjadi tatapan harap semua insan, menemani yang kesepian, dan penawar bagi yang dirundung rindu. Aku juga meyakinkan sahabatku itu bahwa manusia menjadi bahagia saat menatap bintang di angkasa, hati yang sempit menjadi lapang seolah obat bagi luka hati yang terkoyak. Jika awan menyelimuti dan bintang-bintang tak bisa ditemui, manusia tetap yakin bahwa sang bintang menanti setia dibalik langit sana. Kesetiaan yang tanpa syarat.

Aaah... itu hanya mimpi yang meracau. Sebenarnya saat ini, aku sedang di ambang batas antara harap dan kenyataan. Lelaki itu, sang pujaanku mengisyaratkan pergi meninggalkan aku sendiri. Ku katakan padanya. "Kau adalah rembulanku. Bukankah malam yang bertabur gemintang semakin indah dengan hadirnya rembulan? Ingatkah engkau saat pada suatu malam kita bersama menyaksikan fenomena purnama yang bersanding dengan sebuah bintang. Mereka serasi sekali. Sangat indah. Sebagaimana aku menganalogikan relasi kita. Itu adalah petunjuk Tuhan!"

"Nanti juga bulan dan bintang itu berpisah." Jawabmu dengan gelisah, " karena peredaran mereka tidak selamanya seperti itu." Seolah kau ingin mengatakan bahwa kita pun akan berpisah seiring dengan berjalannya waktu. Memilukan.

Aku mencoba membangunkan ingatanmu. Saat kita baru memulai hubungan ini. Dulu pernah kukatakan impianku tentang aku ingin menjadi sebuah bintang. Kamu tertawa, katamu bahwa aku terlanjur menjadi manusia. Lantas ku jawab, "Seandainya Tuhan memberiku kesempatan untuk memilih, aku akan memilih menjadi bintang." Jawabku kukuh.

I wanna be a star
sits in the sky and shining in the dark night
no hope no fear, only smile.

Puisi ciptaanku yang selalu melekat di hati. Puisi yang kau gubah menjadi syair sebuah lagu yang sering kau nyanyikan bersama grup band tempatmu bergabung. Albumnya meledak di pasaran. Kamu semakin terkenal. Mungkin seharusnya aku mendapatkan royalti dari lagu itu. Tapi aku terlanjur ekstase dengan janjimu bahwa dirimu bersedia menjadi rembulan jika aku bermimpi menjadi bintang. Aku tersanjung... aku bahagia....




(Bersambung... nanti dilanjut... hehehe...)

0 komentar: