12 Oktober 2012

Celoteh Raras (1)


Sebulan setelah dek Ima meninggal, saya ajak Raras mengunjungi makamnya. Raras tertegun, mungkin masih belum mengerti. Sepertinya masih terlalu dini memperkenalkan Raras dengan hal-hal eskatologis. Tetapi ini bisa menjadi pintu masuknya, perlahan-lahan Raras harus belajar memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan adiknya.
Pada awalnya saya selalu mengalihkan pembicaraan jika Raras bertanya tentang dek Ima. Kemana dek Ima? Meninggal itu apa? Makam itu dimana? Aku pengen ketemu dek Ima, aku pengen main sama adikku. Ibu kan hamil terus melahirkan, sekarang bayinya mana? dan seterusnya.
“ini makam dek Ima. Coba Raras baca tulisan di batu itu,” pintaku pada Raras yang masih berdiri.
“Ra...hi...ma... Rahima!” Raras diam. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu, “Terus, dek Imanya dimana?”
“Dek Ima ada di surga,” jawabku sambil menunjuk ke atas.
Raras mendongak ke atas, “di surga...” katanya pelan.
“Yuk, kita do’ain dek Ima.” Kemudian kami membaca surat Al-Fatihah bersama-sama.


Sejak itu, Raras sering semakin sering bertanya atau berkomentar:
“Kenapa dek Ima di makam? Kasian dek Ima sendirian disana, di dalam tanah kan ada ular, cacing, cucurut, binatang-binatang, serangga, ibuuuu....kasian dek Ima...”
Hatiku serasa diaduk-aduk mendengar pertanyaan dan melihat wajah sedih Raras yang berusaha memahami sesuatu yang sangat abstrak. “Raras, dek Ima itu sakit, terus meninggal, kalo orang meninggal harus dimakamkan. Jasadnya di dalam tanah, tapi jiwanya berada di surga.”
“Ibu, aku mau ke surga, aku mau ketemu dek Ima!”
Saya cuma bisa menelan ludah yang terasa sakit ditenggorokan, ah...kamu belum mengerti, Nak.
Semakin sering dia bertanya, maka semakin sering saya ajak ke makam. Setiap kali Raras bertanya, jawabanku pun selalu sama supaya Raras tidak semakin bingung.
Suatu hari, Raras memperlihatkan sebuah gambar, “Bu, ini gambar makam dek Ima, dan ini peri yang menjaga makam dek Ima, menemani dek Ima.”
Hatiku terharu melihat anakku yang sangat sayang sama adiknya.

Gambar peri yang menjaga makam dek Ima
***
Enam bulan setelah melahirkan dek Ima, saya dinyatakan positif hamil lagi. Tentu saja itu kabar gembira buat Raras.
“Horeee....aku akan punya adik lagi...!” teriaknya girang sambil memegang perutku. “Ibu, adikku yang ini tidak sakit, kan? Tidak meninggal, kan?”
“InsyaAlloh sehat. Yuk, kita do’ain adek bayinya sehat, jadi anak yang sholeh, cerdas, lucu, dan bahagia di dunia, juga selamat di akhirat.”
***
Pada kesempatan lain, Raras menghampiri dengan muka sedih, “ibu, aku tidak mau tumbuh dewasa.”
“Lho, kenapa?” tanyaku heran.
“Kalau aku dewasa nanti ibu menjadi tua, kalau ibu tua nanti meninggal seperti dek Ima. Aku tidak mau ibu meninggal...!”
Ealaaahhh...Nak...nak.... celotehmu membuat hati ibu tersenyum sekaligus terisak.
***

0 komentar: